Jakarta, 12 Februari 2024
Pada Senin (12/02/2024), IM57+ Institute mengadakan acara “Acara Peluncuran I-KPK dan Buku ‘The Most Honorable Fight…” yang diselenggarakan di Auditorium Perpustakaan Nasional, Gambir, Jakarta Pusat.
Acara tersebut dibuka oleh M. Praswad Nugraha, Ketua IM57+ Institute, yang menyatakan bahwa Indikator Kinerja Pemberantasan Korupsi (I-KPK) merupakan alat dalam mengukur efektifitas penegakan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan baseline dalam menilai efektifitas strategi penegakan hukum sehingga dapat berguna tidak hanya pada masyarakat sipil namun juga kepada instansi penegak hukum.
Lakso Anindito, Sekjen IM57+ Institute, menjabarkan mengenai hasil dari I-KPK. Dari aspek Politik Penegakan Hukum, didapatkan nilai 2 untuk prosedur hukum, 3 untuk substantif hukum, dan 2 untuk institusi penegak hukum. Dari aspek Implementasi Penegakan Hukum, didapatkan nilai 1.5 untuk KPK, 3.5 untuk Kejaksaan Agung, 4.5 untuk Kepolisian, dan 3 untuk Mahkamah Agung. Dari aspek Faktor Pendukung dalam Pemberantasan Korupsi, didapatkan nilai 2 untuk partisipasi masyarakat, 3 untuk kapasitas institusi, dan 2 untuk pilar demokrasi.
Adapun pemberian nilai dalam I-KPK tersebut didasarkan pada kinerja KPK pada 2022-2023 dalam pemberantasan korupsi yang dinilai buruk. Hal ini ditandai kasus yang ditangani oleh KPK pada periode 2022-2023 terdapat penurunan dalam pembangunan kasus baru dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan kecendrungan untuk fokus pada penyelenggara negara yang setara atau rendah dibandingkan pejabat level atas. Pada Kejaksaan, terdapat beberapa kasus strategis yang ditangani di antaranya yakni kasus korupsi BTS, Kasus Kartel Minyak Goreng walaupun begitu terdapat catatan mundurnya kinerja Kejaksaan contohnya dalam pengananan kasus Haris-Fatia. Pada institusi Kepolisian, tidak terdapat adanya perubahan yang signifikan dibandingkan dengan kinerja tahun lalu, namun terdapat pula tindakan yang perlu diapresiasi di antaranya yakni penetapan tersangka mantan Ketua KPK, Firli Bahuri terkait kasus pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo. Terakhir, pada institusi Mahkamah Agung, terdapat beberapa putusan kontroversi seperti menganulir Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur terkait pengetatan pemberian remisi bagi koruptor, namun terdapat juga putusan yang menjadi terobosan di antaranya dengan tidak mengkriminalisasi Aktivis Antikorupsi dengan UU ITE. Prof. Sigit Riyanto, Guru Besar UGM yang hadir dalam acara mengungkapkan bahwa kesuksesan pemberantasan korupsi dapat dinilai dari adanya komitmen yang konsisten, kapabilitas institusi yang kuat dan juga penegakan hukum yang baik. Di samping itu, Asfinawati, Dewan Pakar IM57+ Institute juga memberikan pernyataan bahwa adanya konflik kepentingan terutama berkaitan dengan pemilu dapat melanggengkan perilaku-perilaku koruptif. Turut hadir pula dalam acara peluncuran I-KPK Buku ‘The Most Honorable Fight…’ oleh IM57+ Institute yakni David Eaton (Penasihat Penegakan Hukum Indonesia di Kedutaan Amerika Serikat), Danang Widoyoko (Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia), Ade Ganie (Unit Manager Departemen Luar Negeri dan Perdagangan di Kedutaan Australia) dan Siti Juliantari Rachman (Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch).
IM57+ Institute
M. Praswad Nugraha,
Ketua