Menanggapi pemulangan Brigjen Endar Priantoro yang diduga terkait pemaksaan naiknya formula E, IM57+ Institute menyatakan:
Pertama, pemberhentian Brigjen Endar Priantoro tidak dapat dilihat dari tindakan rutin KPK tetapi indikasi pemaksaan rekayasa kasus oleh Firli Bahuri. Hal tersebut mengingat, pemaksaan ini terdapat keganjilan untuk memaksakan naiknya salah satu kasus yang diduga terkait kepentingan politik tertentu. Pemaksaan dilakukan pasca Brigjen Endar Priantoro menolak menyetujui naiknnya status Formula E menjadi penyidikan sehingga kontroversi ini tidak boleh dilepaskan dari konteks tersebut. Tindakan pemaksaan pemulangan bahkan sebelum waktu tugas Brigjen Endar Priantoro berakhir harus tidak dilepaskan dari rangkaian tindakan yang telah dilakukan Firli lainnya untuk memaksakan naiknnya kasus tersebut.
Kedua, tindakan dugaan rekayasa kasus melalui pemulangan Brigjen Endar Priantoro menjadi indikasi bahwa KPK dapat menjadi alat gebuk politik yang sangat jauh dan bertentangan dengan indepedensi KPK sebagai lembaga penegak hukum. Pendiaman atas tindakan tersebut sama saja membiarkan KPK menjadi alat yang merusak demokrasi bukan malah menjaganya.
Ketiga, kasus ini juga membuat adanya gejolak yang ada diinternal KPK dengan penolakan oleh Penyidik yang ditempatkan di KPK dan bahkan Kepolisian. Tindakan tersebut menunjukan bahwa tingkat indikasi rekayasa yang dilakukan Firli sudah terlewat batas. Harusnya KPK malu karena dari sisi kinerja dibawah penegak hukum lain tetapi malah sibuk membuat kontroversi negatif terkait konflik kepentingan sampai dengan dugaan rekayasa kasus.
Keempat,tindakan Dewas yang pasif membuat membuat publik bertanya-tanya karena sama artinya Dewas memdiamkan rekayasa kasus. Terlebih gejolak ini menimbukan dampak pada penolakan struktural maupun fungional KPK. Sikap diamnya Dewas secara terus menerus akan semakin menunujuka Dewas tidak berfungsi.
Kelima, untuk itu perlu adanya langkah kongkrit dari Presiden dan Dewas untuk membebaskan Firli dari segala tugas dan melakukan proses investigasi secara independen atas kasus ini. Apabila dewas memang selalu pasif, sudah saatnya Presiden membentuk tim independen.
Keenam, dugaan ini berpotensi menjadi tindak pidana nepotisme sesuai UU Penyelenggaraan Negara Bebas KKN karena adanya rekayasa kasus dengan menggunakan jabatan untuk mendukung pihak tertentu.
Demikian pernyataan sikap disampaikan.
IM57+ Institute,
M. Praswad Nugraha
Ketua