Beberapa waktu yang lalu Firli Bahuri secara tiba-tiba kembali mengungkit desas desus perkara OTT lama yang terjadi tahun 2011 “Kardus Durian” yang diduga melibatkan pimpinan Partai Politik tertentu Menjelang Pemilu, statement yang seolah-olah heroik dan tidak pandang bulu dalam menegakkan hukum dan memberantas korupsi. Namun jika lebih jeli kita cermati, hal ini mencerminkan Firli Bahuri semakin tidak malu-malu lagi untuk menggunakan KPK agar dapat masuk ke dalam ranah politik, dengan menunjukan indikasi keberpihakan dengan afiliasi politik tertentu, dan secara tiba-tiba mengungkit kasus 11 tahun yang lalu, sementara kasus-kasus mega korupsi yang di depan mata seolah-olah lenyap menghilang. Menanggapi hal tersebut perlu kami sampaikan:
Pertama, Politisasi Perkara.
KPK berbeda karena independen. Apabila penanganan perkara dilakukan berdasarkan atas pesanan maka unsur terpenting dalam penanganan perkara, yaitu objektivitas, akan menghilang. Akibatnya, adanya perlakuan yang tidak adil dalam penanganan perkara. Satu kasus yang masih sangat jauh pembuktiannya seperti terburu-buru dan berpura-pura tegas secara terus menerus di dengung-dengungkan oleh Firli Bahuri untuk di tindaklanjuti oleh KPK, sedangkan kasus yang sudah jelas-jelas terbukti dan sudah berkali-kali di ajukan sprindik pengembangan perkaranya dibiarkan terbengkalai, itu semua tidak bisa dilepaskan dari motif adanya keterkaitan Partai dan Aktor Politik tertentu. Korupsi Bansos adalah contoh nyata tidak adanya tindak lanjut padahal buktinya sudah terang benderang untuk ditindaklanjuti.
Kedua, bila hal ini terus dibiarkan, KPK akan menjadi alat manuver politik yang sangat berbahaya. KPK dengan segala kewenangan dan perangkatnya dapat di gunakan untuk mengkriminalisasi dan menyandera para pimpinan partai politik untuk kepentingan 2024, dan ini merupakan kiamat demokrasi bagi Indonesia. KPK dijadikan alat menggebuk lawan politik.
Ketiga, motif pribadi. Menjadi selaras tendensi tersebut apabila dihubungkan dengan kegenitan Firli selama ini yang menunjukan keinginan untuk turut dalam kontestasi politik 2024 baik melalui baliho maupun penggunaan sarana KPK sebagai kampanye. Penggunaan kasus lawan politik akan menguntungkan pribadi dan jelas-jelas melanggar kode etik yang menekankan larangan menggunakan KPK sebagai alat mendapatkan keuntungan pribadi.
Untuk itu kami dari IM57+ Institute berharap Firli Bahuri sekalian saja menyegerakan untuk deklarasi sebagai Capres, sehingga semua menjadi jelas dan terang. Disisi lain, Dewas KPK harus menjalankan fungsi secara jelas dalam menghindari penyalahgunaan KPK.
IM57+ Institute,
M. Praswad Nugraha
Ketua