1. Persidangan gugatan eks-pegawai KPK kembali digelar hari ini, Selasa 26 Juli 2022. Sidang kali ini adalah rangkaian dari pembuktian dan kesaksian yang diajukan oleh para pihak.
Setelah sidang tanggal 30 Juni menghadirkan saksi-saksi dari pihak penggugat, sidang tanggal 7 dan 14 Juli agendanya adalah mendengarkan keterangan saksi ahli yang diajukan oleh kuasa hukum eks-pegawai KPK.
2. Saksi dan ahli yang diajukan oleh tim litigasi IM 57+ Institute adalah Budi Santoso (Komisioner ORI tahun 2011-2016, Penasihat KPK 2017-2019) dan Zainal Arifin Mochtar (Ahli hukum tata negara Indonesia).
Budi Santoso menjelaskan tugas, fungsi dan kewenangan Ombudsman RI (ORI) terkait penanganan aduan dugaan maladministrasi. Sehingga dalam pelaksanaan tugasnya, ORI menggunakan langkah-langkah administratif dalam penyelesaian masalah. Budi Santoso juga menjelaskan bahwa rekomendasi ORI wajib dilaksanakan dalam rangka perbaikan tata administrasi negara. Sehingga mengikat secara hukum.
Sedangkan Zainal AM. menyampaikan peran Ombudsman dan Komnas HAM sebagai lembaga negara independen (state auxiliary bodies) dalam ketatanegaraan. Hal yang menjadi ruh berdirinya lembaga negara independen adalah semangat memperbaiki kondisi pelayanan publik dan demokrasi. Masing-masing memiliki posisi diluar cabang kekuasaan lain, khususnya diluar Presiden, untuk menjaga independensinya. Keberadaan lembaga negara independen ini bertujuan untuk menengahi kondisi yang timpang ketika warga negara berhadapan dengan negara.
3. Sidang pada 26 Juli 2022, saksi dan ahli yang dihadirkan oleh pihak tergugat, Yonathan Demme T (Plh. Karo SDM) dan Hamdi Muluk (Ahli psikologi politik).
Selama proses persidangan, KPK menyebutkan telah melaporkan proses alih status pegawai KPK kepada Presiden, tapi KPK sama sekali tidak menyebutkan dalam laporan itu adanya tindakan maladministrasi dan pelanggaran HAM dalam pelaksanaannya. Ini yg menjadi pertanyaan kuasa hukum/penggugat eks-pegawai KPK, bahwa tindakan tersebut mengaburkan fakta dan melaporkan kejadian yang tak faktual kepada Presiden. Hal ini patut dipertanyakan apa motifnya melakukan hal demikian. Ini sangat serius sebab Presiden bisa salah untuk mengambil keputusan dengan laporan yg menyembunyikan fakta-fakta tersebut.
4. Keterangan ahli Hamdi Muluk tidak melemahkan gugatan eks-pegawai KPK terkait pelaksanaan rekomendasi ORI dan Komnas HAM. Bahkan disampaikan bahwa sebelum melaksanakan assesment dilakukan pertemuan antara assesor dan user untuk menentukan karakter pekerjaan. Faktanya, tidak ada pertemuan serupa yang dilakukan KPK. Ahli juga menyebutkan bahwa hasil assesment tidak bersifat rahasia. Sedangkan hasil assesment pun tidak dikenal istilah tidak bisa dibina sebagaimana yang disampaikan Pimpinan KPK pada konferensi pers tanggal 25 Mei 2021.
5. Fakta menarik lainnya, alat assesment IMB68 selama ini dipergunakan di lingkungan TNI/Polri/PNS tidak dalam rangka memberhentikan pegawai yang sudah bekerja. Sehingga kami mempertanyakan dari mana landasan pemberhentian 57 pegawai KPK. Berdasarkan fakta tersebut, eks-pegawai KPK menduga ada kemungkinan hasil assesment telah direkayasa untuk memberhentikan orang-orang tertentu. Rekayasa tersebut dilakukan dengan menutupi informasi sehingga seolah-olah hasil assesment adalah rahasia produk intelijen.
Ahli menyebutkan Psikolog dan Asesor tunduk pada Kode Etik. Dalam Kode Etik diatur penghormatan terhadap HAM, martabat manusia, budaya, SARA, dsb. Tetapi nyatanya pelaksanaan TWK telah melanggar batasan-batasan tersebut.
6. Sidang selanjutnya akan diagendakan pada Senin, 1 Agustus 2022 dengan agenda mendengarkan saksi ahli dari pihak tergugat.
IM57+ Institute
M. Praswad Nugraha
Ketua