Logo-im57

Daftar Isi

Direksi dan Komisaris BUMN Bukan Penyelengara Negara?

Terkait dengan kewenangan KPK menangani perkara setelah ada aturan dalam UU BUMN yang menyebutkan bahwa Direksi dan Komisaris BUMN bukan Penyelengara Negara dapat saya sampaikan sebagai berikut:

  1. Kewenangan KPK bersifat lex spesialis di atur di dalam UU 30 tahun 2002 jo UU 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, secara asas dan prinsip pengaturan tentang pelaksanaan tugas KPK tidak boleh di atur di dalam UU lain. UU BUMN mengatur tentang bisnis korporasi dan pelaksanaan kegiatan badan usaha milik negara, tidak bisa mengatur tentang pelaksanaan penyidikan perkara korupsi karena memang ruangnya tidak disana. Sampai saat ini tidak ada perubahan di dalam UU 30 tahun 2002 jo. UU 19 tahun 2019 yang mengatur KPK tidak bisa lagi menangani perkara terkait dengan Penyelenggara Negara, sehingga aturan di dalam UU BUMN harus dikesampingkan dan tidak berlaku bagi KPK.
  2. Definisi terkait dengan apa itu penyelenggara negara juga secara lex spesialis di atur didalam pasal 2 UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. UU ini juga secara khusus mengatur terkait penyelenggaraan negara yang bebas dari Korupsi, senafas dengan UU KPK yang memang mengatur tentang pelaksanaan tugas memberantas korupsi. Tidak adanya perubahan apapun di dalam UU tentang penyelenggara negara menjadikan UU 28 tahun 1999 tersebut sampai saat ini masih berlaku secara lex spesialis, tidak bisa dikesampingkan oleh UU yang mengatur tentang bisnis Korporasi. Justru menjadi pertanyaan adalah apa yang menjadi dasar fundamental atau Memory Van Toelichtingnya UU BUMN tiba-tiba busa mengatur tentang proses penegakan hukum?
  3. Penguatan tata kelola BUMN sebagai entitas bisnis negara dan pemberantasan korupsi tidak dapat dipisahkan, sehingga suatu kesalahan apabila tedapat upaya untuk memisahkan melalui penghindaran dengan pencantuman pasal yang menjauhan BUMN dari intervensi KPK untuk menjaga integritas bisnis negara. Padahal faktor utama yang menjamin agar bisnis negara tetap menguntungkan adalah apabila pengelolaannya bersih dari korupsi. Sebesar apapun keuntungan yang diperoleh BUMN akan menjadi sia-sia jika uang hasil keuntungannya di korupsi, terlebih lagi justru malah korupsi di level BUMN tidak bisa diproses perkaranya karena dilindungi oleh undang-undang BUMN, situasi ini akan semakin membuat Indonesia terpuruk.
  4. KPK dibuat untuk mendukung perbaikan tata kelola dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas. Untuk itu, harus tegak lurus dan konsisten menjalankan UU KPK, UU Tindak Pidana Korupsi, dan UU Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. KPK tidak wajib melaksanakan UU yang mengatur tentang bisnis korporasi. KPK adalah penegak hukum. Jangan sampai perubahan legislasi ini menjadi sarana memperlemah posisi KPK dalam mendorong integritas bisnis.
  5. Pada praktek di level regional Asia Tenggara, bahkan CPIB (KPK Singapore) lebih banyak menangani korupsi pada sektor swasta daripada korupsi pada sektor publik. Lebih lanjut, di Malaysia, 1MDB adalah contoh korupsi terkait pengelolaan Sovereign Wealth Funds (SWF) yang ditangani oleh SPRM (KPK Malaysia). Artinya resiko terhadap korupsi pada sektor swasta dan BUMN ini sangat tinggi sekali. Apabila dibiarkan, Indonesia akan kehilangan momentum untuk memastikan agar proyek strategis pemerintah, Danantara, dan BUMN untuk tetap memiliki safeguard yang mencegah penyimpangan. Intervensi penegakan hukum oleh KPK dalam pengawasan sangat diperlukan untuk memperkuat posisi Danantara dan BUMN pada masa depan.

Southeast Asia Anti Corruption Syndicate (SEA Action)

M. Praswad Nugraha
Chairman

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Publikasi Lainnya