Senin, 1 Agustus 2022, sidang gugatan 49 eks-pegawai KPK kembali diselenggarakan. Agenda sidang masih seputar mendengarkan saksi dan ahli. Pihak BKN menghadirkan saksi fakta Christina Nailiu, PNS BKN dengan Jabatan Asesor SDM Aparatur Madya. Berdasarkan kesaksian, tim kuasa hukum dan tim penggugat mencatat beberapa poin penting yang memperkuat dugaan bahwa selama ini banyak kejanggalan dalam proses pelaksanaan TWK KPK. Temuan kejanggalan tersebut antara lain:
a. Pelaksanaan TWK tidak mengikuti standar administratif yang berlaku diantaranya :
1) BKN tidak melakukan pengecekan kualifikasi assessor apakah kompetensinya sesuai atau tidak,
2) BKN tidak menggali informasi bagaimana sistem penilaian di masing-masing tahapan assessment,
3) BKN tidak memastikan siapa pihak yang bertanggung jawab melakukan kompilasi penilaian assessment,
4) tidak dilakukannya pertemuan antara KPK dengan BKN untuk membahas data-data assessment yang dibutuhkan sebelum dilaksanakannya TWK,
5) tidak dilakukannya simulasi tes TWK, bahkan tidak mengetahui isi laporan yang dibuat oleh BAIS/TNI/BIN dan BNPT kepada BKN.
6) Peran observer BKN dalam pelaksanaan TWK hanya sekedar memastikan bahwa test TWK berjalan tepat waktu serta kehadiran assessor dalam ruangan ujian.
b.Diketahui soal ujian essai dibuat oleh pihak BAIS dengan menggunakan kop BKN sebagai identitas tanpa ada koordinasi bentuk soal atau pertanyaannya. Keterangan saksi BKN mengakui bahwa tidak terdapat uji validitas essai tersebut. Apabila validitas tes essai tersebut tidak ada, maka hasil dari tes tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya.
c.BKN bersurat untuk meminta bantuan TNI AD, BAIS, BIN, dan BNPT untuk terlibat dalam proses TWK dalam bentuk wawancara dan profiling IMB68. Namun ternyata pihak BKN tidak mengetahui siapa saja pihak individu yang melakukan profiling lapangan dan media sosial terhadap peserta assessment.
d.Pihak BKN diketahui tidak melakukan kajian terhadap perangkat assessment milik TNI. Sehingga tidak ada kajian sebelum dipergunakan apakah perangkat sesuai dan tepat apabila dipergunakan untuk masyarakat sipil.
e. BKN menggunakan perangkat assessment IMB68 yang ada dalam kuasa dan kewenangan SK Panglima TNI, padahal assesment TWK utk keperluan alih fungsi status pegawai KPK. Bahkan pihak BKN juga baru mengetahui bahwa perangkat IMB68 menggunakan proses scoring.
f.BKN tidak mengetahui bahwa adanya TAP MPR Nomor IV/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan Polri dimana filosofinya memisahkan TNI dengan Polri terkait unsur-unsur sipil dalam bernegara pascareformasi.
g.Kejanggalan lain yang terungkap adalah saksi BKN mengakui perannya sebagai observer dan administrasi, namun saksi justru tidak mengetahui bahkan tidak menyimpan arsip-arsip yang berkaitan dengan pelaksanaan assessment TWK.
h.Meski saksi BKN mengakui hadir dalam rapat koordinasi pada tanggal 25 Mei 2021, namun saksi tidak mengetahui apa dasar regulasi yang dipergunaakan untuk menetapkan standar kelulusan peserta TWK KPK dan klasifikasi label merah, kuning, dan hijau.
i. Saksi BKN juga menyatakan bahwa koordinasi tersebut tidak membahas arahan pidato Presiden RI pada tanggal 17 Mei 2021.
Â
Keterangan saksi mengkonfirmasi temuan Ombudsman RI dan Komnas HAM, yaitu:
a. KPK telah melakukan maladministrasi dalam proses alih status pegawai KPK menjadi ASN.
b. BKN tidak memiliki alat ukur, instrumen, dan asesor untuk melakukan asesmen dalam melaksanakan alih status pegawai KPK menjadi ASN,
c. KPK melakukan penyimpangan prosedur dalam melaksanakan TWK serta penyalahgunaan wewenang,
d. Pelabelan atau stigmatisasi taliban terhadap pegawai KPK yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, baik faktual maupun hukum, sebagai bentuk pelanggaran HAM,
e. proses perumusan, penyusunan Peraturak Komisi No 1 Tahun 2021 tidak lazim, tidak akuntabel dan tidak dapat dipertanggungjawabkan,
f. dugaan kuat atas tindakan terselubung dan ilegal dalam pelaksanaan asesmen TWK antara lain dilakukannya profiling lapangan terhadap beberapa pegawai,
g. Pengabaian dan ketidakpatuhan terhadap Putusan MK No. 70/PUU-XVII/2019 dan Arahan Presiden Republik Indonesia secara sadar dan sengaja yang dilakukan oleh KPK dengan memberhentikan pegawai KPK.
Â
IM57+ Institute berpandangan bahwa sidang kesaksian hari ini menambah informasi betapa penyelenggaran alih status pegawai KPK melalui mekanisme TWK IMB68 dipenuhi banyak kejanggalan, sehingga mendukung pokok gugatan kami bahwa Rekomendasi Ombudsman RI dan Komnas HAM harus dilaksanakan.
Oleh karena itu, kami berharap bahwa kesaksian hari ini bisa menjadi bahan pertimbangan dan menambah keyakinan para hakim untuk mengabulkan gugatan kami, dengan memberikan keputusan yang seadil-adilnya.
Â
IM57+ Institute
M. Praswad Nugraha
Ketua