Logo-im57

Daftar Isi

Inovasi Untuk Bangsa: Inovasi Sebagai Kebijakan dan Penghindaran Korupsi

World Intellectual Property Organization (WIPO) telah menerbitkan Global Innovation Index (GII) Tahun 2024. Indonesia berada di rangking 54 dari 133 negara, dengan skor 30,6. Peringkat tertinggi atau rangking 1 dalam GII 2024 ditempati oleh Swiss, dengan skor 67,5.

Pemeringkatan GII 2024 menggunakan 80 (delapan puluh) indikator. Ke-80 indikator ini dikelompokkan ke dalam 2 (dua) jenis inovasi, yaitu input inovasi dan output inovasi.

Input inovasi terdiri atas 5 (lima) pilar. Pilar pertama adalah Lingkungan Kelembagaan atau Institusi (Institutions). Kita ketahui, 3 (tiga) orang pemenang hadiah Nobel bidang Ekonomi tahun 2024, Daron Acemoglu dan Simon Johnson dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) serta James Robinson dari University of Chicago, berpendapat bahwa institusi politik dan ekonomi merupakan faktor utama kesejahteraan sebuah bangsa. Pilar kedua adalah Tingkat Pendidikan Sumber Daya Manusia serta gairah Penelitian dan Pengembangan (Human Capital and Research).

Kemudian, pilar ketiga adalah Prasarana atau Infrastruktur, terutama Infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi serta Prasarana Keberlanjutan Ekologis (Infrastructure). Pilar keempat adalah Ketangguhan Pasar, seperti Kredit, Investasi, Perdagangan, dan Skala Pasar yang Luas (Market Sophistication). Dan, pilar kelima adalah Keunggulan Usaha atau Bisnis yang berbasis pengetahuan dan inovasi (Business Sophistication).

Sementara itu, output inovasi terdiri atas 2 (dua) pilar. Pilar pertama adalah Hasil atau Produk dari Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), seperti penciptaan, dampak, dan penyebaran IPTEK (Knowledge and Technology Outputs). Pilar kedua adalah Hasil atau Produk dari Industri atau Bisnis Kreatif (Creative Outputs).

Sejumlah indikator GII 2024 yang menjadi kekuatan inovatif Indonesia adalah keajekan lingkungan kebijakan Pemerintah guna menjamin kegiatan bisnis (policy stability for doing business), dukungan Pemerintah untuk pertumbuhan kewirausahaan dan pengembangan budaya kewirausahaan (entrepreneurship policies and culture), ketersediaan modal finansial untuk usaha rintisan (startup) dan pengembangan usaha (finance for startups and scaleups).

Selain itu, kekuatan inovatif lainnya adalah potensi pasar dalam negeri untuk produk dan layanan inovatif (domestic market scale), tingkat kolaborasi antara universitas dan industri dalam penelitian dan pengembangan (university-industry research and development collaboration), tingkat pengembangan kluster industri dan teknologi (state of cluster development), dan tingkat investasi perusahaan dalam belanja perangkat teknologi informasi guna mendukung operasional dan inovasi perusahaan (software spending).

Pada sisi lain, terdapat beberapa indikator GII 2024 yang menjadi kelemahan inovatif Indonesia. Kelemahan-kelemahan tersebut adalah relatif rendahnya jumlah belanja Pemerintah untuk sektor pendidikan dalam alokasi APBN (expenditure on education), rendahnya tingkat dana pendidikan per siswa yang diberikan Pemerintah (government funding per pupil), masih rendahnya tingkat mobilitas siswa sekolah menengah yang masuk Perguruan Tinggi (tertiary inbound mobility), relatif kecilnya persentase dana perusahaan yang diinvestasikan untuk pelatihan formal pegawai (firms offering formal training).

Di samping itu, beberapa kelemahan inovatif lainnya adalah rendahnya jumlah publikasi ilmiah dan teknis (scientific and technical articles), rendahnya persentase publikasi riset hasil kerja sama antara Industri dan Perguruan Tinggi (public Research-Industry co-publications), rendahnya dana yang digunakan oleh perusahaan untuk penelitian dan pengembangan (Gross Domestic Expenditure on Research and Development (GERD) performed by business), serta rendahnya skor PISA dari siswa dalam kategori kemampuan membaca, matematika, dan sains (Programme for International Student Assessment (PISA) scales in reading, maths, and science).

Indeks Inovasi Global Indonesia di tahun 2024 pada dasarnya meningkat ketimbang tahun 2023 lalu. Tetapi, skor Indonesia masih relatif rendah dibandingkan beberapa negara ASEAN. Skor tertinggi di ASEAN berturut-turut adalah Singapura (skor 61,2), Malaysia (skor 40,5), Thailand (skor 36,9), Vietnam (skor 36,2), dan Filipina (skor 31,1).

Skor inovasi Indonesia yang lebih rendah dari negara-negara ASEAN lainnya menunjukkan belum intensifnya Pemerintah, Perguruan Tinggi, dan Sektor Bisnis dalam mengupayakan prakarsa inovatif di negeri ini. Oleh sebab itu, diperlukan upaya serius menumbuhkan ikhtiar inovasi di setiap sektor usaha di Indonesia.

Mengapa inovasi penting? Inovasi sesungguhnya sifat alamiah manusia itu sendiri. Manusia harus mampu beradaptasi di dalam lingkungan yang terus berubah. Inovasi merupakan cara manusia untuk bisa menyesuaikan dirinya terhadap dinamika lingkungan sekitarnya. Jadi, inovasi menjadi basis bagi pertumbuhan berkesinambungan, peningkatan daya saing, dan adaptasi terhadap perubahan. Ketidakmampuan sebuah bangsa berinovasi akan mendorongnya jatuh ke jurang kegagalan sebagai bangsa atau negara.

Upaya atau prakarsa inovasi seharusnya dimulai dari negara, dalam hal ini Pemerintah. Lewat kebijakannya, Pemerintah akan bisa memberi ruang dan membuka akses yang lebih luas bagi ikhtiar inovasi bangsa. Sebagaimana diketahui, inovasi adalah langkah sistematis dan berkelanjutan yang direncanakan.

Mengutip Jusman Syafii Djamal (Notes on The Economics of Innovation: catatan facebook, 2017), inovasi merupakan tindakan sengaja untuk memperbaiki daya saing suatu kelompok masyarakat serta secara paralel juga guna meningkatkan daya saing suatu bangsa. Maka, karena inovasi adalah tindakan disengaja dan direncanakan, prakarsa inovasi tersebut perlu bermula dari adanya kebijakan dan strategi Pemerintah.

Indonesia, karenanya, perlu memiliki politik inovasi. Politik, dalam hal ini, merujuk kepada kebijakan atau garis haluan pembangunan bangsa. Politik inovasi Pemerintah ini diharapkan sanggup membangun kemakmuran bangsa, di mana inovasi menjadi kekuatannya dengan berlandaskan kepada penguasaan IPTEK oleh anak-bangsa sendiri.

Relasi Negara (Pemerintah) dan inovasi

Inovasi tidak akan berkembang tanpa dukungan Negara (Pemerintah). Dan, Negara tidak akan maju tanpa landasan kuat dalam inovasi. Negara dan inovasi, karenanya, memiliki hubungan satu sama lain yang saling membutuhkan.

Mengutip Jusman Syafii Djamal (Notes on The Economics of Innovation: catatan facebook, 2017), dari pengalaman sejumlah negara, terdapat setidaknya 6 (enam) poin kesimpulan ketika sebuah negara ingin membangkitkan kekuatan industrinya melalui inovasi.

Pertama, industri nasional yang kokoh dan kuat serta Pemerintahan yang efektif merupakan pembangkit kesejahteraan dan mesin pendorong pertumbuhan ekonomi. Industrialisasi akan mustahil berkembang tanpa perlindungan yang kuat dari negara.

Kedua, perlunya konsistensi kebijakan industrialisasi. Negara bertumbuh melalui perkembangan positif industri. Tujuan industrialisasi adalah mengurangi pengangguran dan kemiskinan, kepincangan sosial, dan keterbelakangan penguasaan IPTEK.

Ketiga, Pemerintah perlu memproteksi industri dalam negeri. Revolusi industri Tiongkok sejak 1978 sebenarnya tumbuh dan berkembang bukan semata-mata karena kekuatan Sumber Daya Manusianya dalam mengadopsi IPTEK, melainkan ditopang pula oleh keberhasilan Pemerintahnya menciptakan pasar domestik yang kuat dan kokoh, di mana negara melindungi produk yang dibuat di dalam negerinya sendiri.

Keempat, kebijakan Pemerintah untuk memproteksi industri dalam negeri harus berkesinambungan. Dia tidak bisa hanya sekadar pembuatan regulasi atau peraturan menteri, melainkan harus ditindaklanjuti dengan langkah-langkah eksekusi lapangan. Oleh karena itu, kolaborasi Pemerintah, industri, swasta, dan universitas, menjadi urgen.

Kelima, kebijakan industrialisasi harus dikaitkan dengan kebijakan perdagangan dan tata niaga komoditas di dalam negeri. Artinya, pasar domestik harus dibangun dan dirawat. Pasar domestik adalah kekuatan pembangkit industri. Tanpa pasar, industri tidak akan bertahan lama.

Keenam, kebijakan industrialisasi, perdagangan, dan tata niaga komoditas, harus berjalan seiring dengan upaya riset dan pengembangan, serta ditujukan untuk melahirkan inovasi-inovasi baru.

Garis haluan kebijakan inovasi Pemerintahan Prabowo

Presiden Prabowo Subianto, dalam buku putihnya berjudul Strategi Transformasi Bangsa Menuju Indonesia Emas 2045: Indonesia Menjadi Negara Maju dan Makmur (cetakan ke-4, Oktober 2023), mengatakan bahwa ketika negara harus menentukan prioritas pembangunan, maka mewujudkan kesejahteraan rakyat dan memperbaiki ketimpangan haruslah menjadi program kerja utama, yang diikuti dengan mengejar kemajuan infrastruktur.

Selanjutnya, Prabowo menyebutkan bahwa kita harus melawan mereka-mereka yang ingin Indonesia selalu lemah. Indonesia yang selalu bergantung pada barang dan jasa yang mereka hasilkan. Kita harus melawan mereka-mereka, tulis Prabowo, yang melemahkan pertanian, industri pengolahan, dan industri dasar kita.

Menurut hasil kajian sejumlah pakar ekonomi, ungkap Prabowo, pertumbuhan ekonomi Tiongkok bisa begitu cepat karena Tiongkok menerapkan prinsip-prinsip state capitalism atau kapitalisme negara. Artinya, seluruh cabang produksi penting yang menguasai hajat hidup orang banyak dan seluruh sumber daya alam dikuasai oleh negara.

Haluan ekonomi kita saat ini, lanjut Prabowo, belum tepat. Pengelolaan ekonomi Indonesia belum sesuai dengan amanat sistem ekonomi negara di Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sekarang, tegas Prabowo, kita terperangkap dalam sistem ekonomi oligarki, baik di tingkat nasional maupun daerah. Dalam sistem ekonomi oligarkis, perekonomian negara dikuasai oleh segelintir orang-orang super kaya. Dengan uang, mereka memiliki kekuasaaan yang berlebih, yang bisa menentukan kehidupan ekonomi dan politik bangsa Indonesia.

Para oligarki ini bisa meminta kebijakan dan menentukan siapa-siapa saja yang boleh mengimpor gula, daging, beras, jagung, dan komoditas pertanian lainnya. Mereka juga bisa menentukan siapa-siapa saja yang jadi pejabat. Mereka punya kemampuan untuk jadi penyandang dana utama dalam pemilihan umum, baik di tingkat nasional maupun daerah. Pendek kata, ekonomi bangsa ini diatur oleh beberapa orang super kaya, bukan oleh negara.

Konstitusi Negara Indonesia mengamanatkan negara menguasai cabang-cabang produksi yang penting dan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kenyataannya, ekonomi bangsa ini diatur oleh segelintir orang super kaya. Ini tentu paradoks. Bagi Prabowo, paradoks yang dialami Indonesia saat ini adalah karena masalah kepemimpinan, persoalan kearifan (keberpihakan kebijakan), dan problem kehendak untuk mengambil keputusan-keputusan politik yang tepat.

Sistem ekonomi kita, tegas Prabowo, harus sistem ekonomi tengah, ekonomi campuran, ekonomi Pancasila. Bukan kapitalis penuh, bukan pula total sosialis. Bangsa ini harus ambil yang terbaik dari kapitalisme, tulis Prabowo. Kapitalisme mendorong inovasi. Kapitalisme mendorong entrepreneurship atau kewirausahaan, dan mendorong investasi.

Kemudian, kata Prabowo, kemajuan kualitas pendidikan harus terus ditingkatkan. Caranya adalah melalui pengembangan kualitas guru, pengembangan fasilitas pendidikan dan penyediaan pendidikan, termasuk menyediakan dana abadi pendidikan, dana abadi pesantren (untuk mencetak santri berkualitas unggul), dana abadi kebudayaan, dan dana abadi lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Inovasi, lanjutnya, akan lahir seiring dengan kemajuan di bidang pendidikan. Untuk itu, dana riset dan inovasi harus diupayakan mencapai 1,5 – 2,0 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dalam 5 (lima) tahun mendatang, hingga 2029. Kebijakan pemerintah yang mendukung pendidikan, sains, dan teknologi, serta digitalisasi, merupakan suatu keharusan dalam memperkuat kemandirian bangsa. Termasuk, tentu saja, peningkatan inovasi dari dan untuk bangsa.

Inovasi pada prinsipnya berkaitan dengan riset. Hanya saja, patut dipahami bahwa bangsa ini memiliki Sumber Daya Manusia yang ahli di bidang riset, tetapi keahliannya belum dimanfaatkan maksimal. Di samping itu, riset dan fasilitas riset belum terpadu, serta masih adanya ketergantungan bahan dan hasil riset dari luar negeri.

Lantas, ada beberapa tantangan bagi bangsa ini untuk mengembangkan prakarsa inovasi. Pertama, perlunya regulasi yang mendukung inovasi. Kedua, investasi Pemerintah dan insentif bagi swasta dalam riset dan pengembangan. Ketiga, pengembangan SDM untuk bidang sains dan vokasional. Keempat, kolaborasi antara universitas dan industri.

Lebih lanjut, Prabowo berjanji untuk menguatkan program kredit. Dia mengemukakan, Pemerintah perlu melakukan penguatan program Kredit Usaha Tani, Kredit Usaha Perternakan, Kredit Usaha Perikanan, Kredit Usaha Perkebunan, Kredit Usaha Produksi Pangan Rakyat, Kredit Usaha Nelayan, Kredit Usaha Pesisir, dan Kredit Usaha Industri Hilir untuk Usaha Kecil Menengah (UKM).

Selain itu, perlu pula didorong dan diperluas adanya kredit untuk usaha rintisan (startup) dan kredit untuk para millenial dan gen Z, khususnya pada bidang bisnis inovasi dan teknologi, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan wirausaha-wirausaha baru.

Sampai di sini, dapatlah dikatakan Pemerintahan Presiden Prabowo membawa harapan menjanjikan bagi bangsa. Pertumbuhan ekonomi, peningkatan kemampuan anak-bangsa, dan pengembangan IPTEK dan riset merupakan anasir-anasir dari asa itu.

Namun, tentu saja segala anasir harapan itu tidak akan terwujud apabila tunas-tunas penyelewengan mandat dan jabatan publik tumbuh membesar di segala lini Pemerintahan Prabowo, termasuk di Pemerintahan Daerah di mana terselip perilaku menyeleweng dari tugas dan kewenangan oleh birokrasi daerah.

Korupsi adalah penyelewengan mandat dan jabatan publik. Jeremy Bentham (1748 – 1832) menyebut korupsi sebagai kepentingan jahat (sinister interest).

Bentham mengatakan, “tentang pejabat yang berkuasa, kepentingan sempit dirinya berlawanan dengan kepentingan umum dan bangsa. Dan, kepentingan jahat ini menggerus kecenderungan moral yang tepat. Dengan itu ia terseret terus ke arah nafsu anti-sosial dan anti-bangsa dalam segala bentuk. Melalui itu, dengan mngorbankan kepentingan umum, ia terseret memaksimalkan aneka sarana bagi kenyamanan, objek hasrat, manisnya kekuasaan, segala insentif penyalahgunaan uang publik bagi diri, kekuasaan untuk memperbudak, segala bentuk pelayanan bagi keuantungan diri, kehormatan, dan gengsi semu agar dihormati orang serta sikap tunduk dari mereka, balas dendam dengan korban siapa pun yang melawan, situasi serba mudah yang mengorbankan kewajiban resminya” (dikutip dari B. Herry Priyono, Korupsi: Melacak Arti, Menyimak Implikasi, 2018, halaman 211).

Presiden Prabowo wajib melakukan upaya penghindaran korupsi dalam pemerintahannya. Meskipun kita mahfum hal itu belum terlihat jelas. Majalah Tempo edisi 3 – 9 Februari 2025 menulis, “dalam 100 hari pemerintahannya, Presiden Prabowo Subianto banyak melakukan blunder. Dari keinginannya mengampuni koruptor hingga kerja sama dengan Tiongkok di Laut Cina Selatan. Ia mengerahkan tentara untuk menyukseskan makan bergizi gratis dan swasembada pangan. Belum menyentuh hal fundamental.”

Faisal Djabbar

Direktur Riset IM57+ Institute

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Publikasi Lainnya